Kurun waktu tiga tahun terakhir ini
pembicaraan pemeliharaan kelinci, baik peternakan maupun hobies semakin
meningkat. Peranan media rupanya mampu menarik perhatian masyarakat
terhadap kelinci, makhluk unik yang memiliki kelebihan di banding hewan
ternak lain itu. Peternakan kelinci di
berbagai daerah semakin menggeliat. Bahkan peternakan kelinci di Lembang
yang selama ini adem ayem, alias stagnan sebagaimana tahun-tahun
sebelumnya akhirnya harus menjadi sasaran pasar utama untuk pembibitan.
Semua karena media. Melalui media, masyarakat berinteraksi dan kemudian
banyak yang berminat memelihara kelinci impor skala rumahan.
Tetapi media mana yang menggerakkan hal ini?
Internet, sedangkan media cetak maupun
televisi tidak begitu berperan. Melalui internetlah komunikasi dan
publikasi itu kemudian menyebarkan gagasan yang berujung pada tindakan.
“Rata-rata, orang jauh tahu peternakan saya setelah mendapat alamat saya
dari internet,”kata Asep Sutisna, Raja Kelinci dari Lembang Bandung.
Menurut Asep, beberapa kali media cetak dan televisi memang menayangkan
liputan peternakannya. Tetapi televisi tak menggerakkan masyarakat
dating karena tiada alamat lengkap. Sedangkan media cetak, terutama
koran harian beritanya hanya bertahan sehari. Alias banyak orang yang
luput membaca.
Hal senada juga diakui peternak Kelinci
asal Blora, Wagiyo. “Ada banyak orang mencari kelinci ke saya. Katanya
tahu alamat dari internet, padahal saya tidak tahu apa itu
internet,”tutur pemilik kelinci pedaging itu. Setelah diusut, ternyata
saudara Wagiyo yang di Semarang yang mempublikasikan peternakannya lewat
internet. Dari situ kelinci Wagiyo pun laris. Saking larisnya sering
kelabakan memenuhi permintaan, bahkan hanya mampu memenuhui 10 persen
permintaan.
Pasar kelinci terus meningat. Peningkatan ini bukan semata karena kesenangan orang kota memburu satwa untuk piaraan hias, melainkan juga kebutuhan masyarakat mendapatkan induk kelinci impor jenis besar, terutama New Zealand, Flemish Giant dan English Spot. Dari hari ke hari grafik naik terus, dan mungkin tidak akan pernah turun sebelum pasokan kelinci memang banyak.
Pasar kelinci terus meningat. Peningkatan ini bukan semata karena kesenangan orang kota memburu satwa untuk piaraan hias, melainkan juga kebutuhan masyarakat mendapatkan induk kelinci impor jenis besar, terutama New Zealand, Flemish Giant dan English Spot. Dari hari ke hari grafik naik terus, dan mungkin tidak akan pernah turun sebelum pasokan kelinci memang banyak.
Anehnya, gejolak ini tak pernah direspon
media cetak, minimal media cetak agribisnis dan peternakan. Padahal
kalau mau berpikir pragmatis, sebuah media cetak yang rutin menyajikan
ulasan kelinci dipastikan akan laris manis karena penggemar kelinci saat
jumlahnya mencapai ribuan orang. Dari ribuan penggemar itu rata-rata
membutuhkan informasi dan pengetahuan tentang kiat ternak kelinci secara
tepat dan baik. Ini bisa dilihat dari beberapa blog dan website. Ribuan
calon peternak itu begitu serius belajar dari nol untuk memulai
peternakan kelincinya. Tak heran jika buku-buku kelinci pun laris manis.
Jika sebuah media cetak peternakan atau
agribisnis mengambil peluang pembaca dipastikan oplagnya akan naik,
tentu jika setiap pemuatan itu sering dikabarkan melalui forum diskusi
di millist kelinci, atau ditayangkan melalui situs tertentu. Akan lebih
baik jika media-media tersebut memuat pembahasan khusus tentang kelinci
supaya masyarakat hafal bahwa media tersebut layak dibeli karena
mengulas masalah perkelincian. Di luar internet, pangsa pembaca media
cetak pada segmen kelinci sangat luas karena sebagian besar masyarakat
kita belum terintegrasi dengan internet. Itu pasti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar